Kamis, 30 Oktober 2008

BERILAH SEBUAH PELITA

Hai……. Baca ini agar kita ngerti tentang anjal

1. Anak jalanan adalah sebuah istilah umum yang ada pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi dijalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Tapi hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak.

Di Tengah ketiadaan pengertian untuk anak jalanan, dapat ditemui adanya pengelompokan anak jalanan berdasarkan hubungan mereka dengan keluarga. Pada mulanya ada dua kategori anak jalanan, yaitu children on the street dan children of the street. Namun pada perkembangannya ada penambahan kategori, yaitu children in the street atau sering disebut juga children from families of the street.

Pengertian untuk children on the street adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi dijalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-anak yang tinggal bersama orang tuanya dan senantiasa pulang kerumah setiap hari, dan anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal dijalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang bik berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin.

Childreb of street adalah anak-anak yang menghabiskan seluiruh atau sebagaian besar waktunya dijalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orangtua atau keluarganya.

Children in street atau children from tha families of tha street adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh waktunya dijalan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga dijalanan
.
Hai……. Ini lebih penting untuk kita mi……

Seperti dirancangkan PBB, salah satu hak anak adalah mendapatkan pendidikan. Sementara pada UUD’45 dalam salah satu pasalnya menyatakan fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara Negara.

Atas dasar itu, kewajiban Negara sebenarnya jelas, secara institusional anak-anak jalanan , termasuk anak terlantar, dan harus dipelihara Negara. Sedangkan bentuk pemeliharaan tadi tidaklah diartikan sebagai memberi makan, minum, dan perlindungan, akan tetapi juga tentang kelangsungan pendidikan yang diperoleh.

Ranah yang paling tepat menaungi mereka adalah pendidikan nonformal. Sementara lembaga pendidikan nonformal itu sendiri di Republik ini tampaknya belum menjadi konsentrasi utama pembangunan pendidikan.

Pendidikan Anak Jalanan tepat ni ……..

Gagasan pendidikan untuk semua (education for all) ternyata baru pada tataran konsep. Belum secara sungguh-sungguh diturunkan pada tataran praktis. Akibatnya, pendidikan anak jalanan masih jauh dari jangkauan formal.

Adalah kewajiban kita semua bersama media massa mengekspose kembali model sekolah kolong jembatan dan ibu kembar diJakarta beberapa saat lalu. Kita perlu menimba ilmu pengetahuan kepada mereka bagaimana menaklukkan keganasan “kebebasan” yang sudah mendarah daging bagi anak jalanan.

Konsep ini barangkali dapat digandengkan dengan kereta ekonomi mikro. Sebagai contoh , rekrutmen dapat dilakukan NGO, kemudian penopang ekonomi dapat bekerjasama dengan media cetak untuk menjual produk dengan sedikit keuntungan untuk makan. Oleh sebab itu, pendekatan ekonomi sekali lagi merupakan pintu masuk mengenal dunia mereka. Personalnya menjadi tidak sederhana jika ekonomi ini berimpitan dengan kriminalitas dalam penjelmaannya.

Pendekatan diatas bukanlah obat mujarab untuk semua penyakit, akan tetapi apapun penyakitnya Tuhan menciptakan obatnya. Hanya menjadi persoalan jarak waktu untuk menemukan obatnya adalah kurun waktu yang tidak sebentar. Menjadi makin panjang jika obat ini merupakan konsumsi untuk ranah social.

Dengan kata lain bagaim,ana kita menemukan obat bagi anak-anak anjal jauh lebih penting jika dibandingkan menggiringnya pada suatu panti yang membuat keterpasungan pada diri mereka. Sementara pendidikan adalah media untuk melapaskan diri dari keterpasungan.

Perlu adanya Pemikiran Pendidikan Anak Jalanan ni oleh orang Gede…….

Penggusuran membawa persoalan pelik bagi anak-anak jalanan untuk mendapatkan hak pendidikan dan pengajaran. Anak-anak yang orang tuanya terkena gusuran, banyak kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Padahal, pemerintah menyatakan, Negara kita yang memberikan kesempatan belajar bagi anak-anak.


Ditambahkan, saat itu memang belum ada pendidikan khusus bagi anak-anak jalanan. Tetapi anak jalanan ingin agar pemerintah memperhatikan pendidikan termasuk kesejahteraannya dan pihaknya siap untuk membantu.

Menurutnya, alas an pemerintah kurang memperhatikan pendidikan anak jalan karena mereka melihat pendidikan anak jalanan bukan suatu proyek yang menguntungkan kalau disbanding dengan pembangunan jalan raya, misalnya.



Hai ini dia yang harus dipegang oleh kita ni……………….

Untuk tegasnya, anak jalanan merupakan anak yang tidak di untungkan. Karena tidak mendapat kesempatan sekolah. Pemerintah harus memberi jatah sekolah untuk anak-anak yang miskin.

Kemudian kedua mereka pandai dan kaya juga harus memperhatikan pendidikan untuk mereka yang mampu atau miskin. Tidak cukup hanya menjadi orang tua asuh bagi anak miskin.

Sesungguhnya bentuk sekolah atau penmdidikan yang pas untuk anak jalanan tidak harus sekolah formal atau memberikan fasilitas penmdidikan khusus lainya. Model pendidikan bagi anak jalanan dapat berupa sanggar atau kelompok.

“ Untuk hidup ditengah kota anak jalanan semakin tersingkir dan sulit untuk beraktivitas. Yang sangat memperhatinkan adalah perlakuan tidak manusiawi para aparat ketika menangkapi anak-anak jalanan tersebut,” ujarnya.

Keluhan Anak Jalanan
Kisah mereka tak ? seindah ? kalian

Hari-hari Sapri lebih banyak dihabiskan dijalanan. Tak ada waktu untuk ikut meramaikan kegiatan remaja dianjungan Pantai Losari maupun tempat hiburan lainnya. Apalagi untuk Shoping ditoko-toko distro dan berburu pakaian model terbaru. Sapri juga tak melanjutkan sekolah sehabis tamat SD. Alasan ekonomi katanya.

Karena itu, Sapri pun terjun kedunia kerja. Waktunya tersita untuk bekerja dan mengumpulkan rupiah. Tak ada euforia berlebihan dan warna-warni kehidupan remaja masa kini didirinya. Matanya nanar ketika menceritakan itu.

Diperoleh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Anak Jalanan
Kategori : Kemiskinan

http://www.mail-archive.com/proletar@yahoogroups.com/msg08885.html
• Dr. Sudjarwo, Dekan FKIP Universitas Lampung *
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/02/12/0000.html
SUARA PEMBAHARUAN ONLINE
http://www.sabdaspace.org/kisah_seorang_anak_jalanan

Nama . H. Nurjali
Jurusan Teknologi Pendidikan

Selasa, 28 Oktober 2008

STRATEGI PENGAJARAN

1. Kegiatan di sekolah atau PT dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu kegiatan pokok dan kegiatan penunjang. Kegiatan pokok di PT meliputi Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, sedangkan kegiatan penunjang adalah kegiatan administratif.
2. Kegiatan pendidikan di sekolah dibedakan menjadi: kegiatan pengajaran, kegiatan bimbingan dan kegiatan latihan. Pengajaran berasal dari kata dasar pengajar; pengajaran berarti yang berkaitan dengan kegiatan pengajar. Kegiatan pengajar terpusat pada mempersiapkan pengajaran, mengajar dan menilai hasil pengajaran. Menurut English dan English (Kamus, 1958) pengajaran adalah penyajian pengetahuan secara sistematik kepada orang lain. Karena ada yang mengajar maka pasti ada yang belajar, maka pengajaran juga disebut proses belajar - mengajar. Disebut proses karena kegiatan guru dan siswa berlangsung secara teratur dalam serangkaian kegiatan. Menurut Vembriarto dkk. (1994) mengajar berarti (1) menyampaikan, menjelaskan bahan ajar serta melatih siswa untuk mencapai tujuan pengajaran (2) menciptakan situasi interaksi guru - siswa, sehingga siswa belajar. Sedangkan pengertian belajar dalam lingkup pengajaran berarti usaha atau kegiatan pelajar mengolah bahan ajar, sehingga memperoleh pengetahuan baru, ketrampilan baru, sikap baru atau menyempurnakan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang sudah dimiliki sebelumnya (terjadi change in behavior). Dalam mengajar guru harus berusaha mengaktifkan/membelajarkan siswa, karena itulah dewasa ini muncul istilah pembelajaran. Selain itu guru juga harus memperhatikan prinsip-prinsip mengajar yang lain.
3. Pada tahun 1977 diperkenalkan konsep baru dalam usaha meningkatkan partisipasi siswa dalam pengajaran di sekolah. Konsep baru itu adalah Cara Belajar Siswa Aktif. CBSA mengandung makna agar keterlibatan aspek intelektual, emosional ataupun aspek fisik siswa dalam belajar dapat optimal. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan oleh guru adalah pendekatan ketrampilan proses, yakni suatu pendekatan yang menekankan pada "mengajar siswa belajar bagaimana belajar" (to learn how to learn). Ketrampilan tersebut meliputi ketrampilan mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan, mengkomunikasikan, mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun hipotesis, dan sebagainya.
Adapun indikator adanya CBSA dalam pengajaran adalah:
a. Adanya prakarsa siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
b. Adanya pengalaman langsung siswa.
c. Guru berperan sebagai fasilitator.
d. Adanya variasi bentuk dan media pengajaran.
e. Adanya kualitas interaksi intelektual - emosional - sosial antar siswa.

4. Kata strategi sama maknanya dengan siasat, kiat atau taktik. Dalam arti umum menurut Gibbs "strategi adalah rencana untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dengan biaya sekecil mungkin". Sedangkan menurut IVOR K. Davies "strategi berarti rencana pokok mengenai pencapaian, beberapa tujuan yang lebih umum".
Strategi pengajaran adalah: siasat/taktik yang harus dipikirkan/direncanakan guru untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Strategi pengajaran ini akan menampak pada dimensi perencanaan ataupun pelaksanaan pengajaran. Dengan demikian cakupan strategi pengajaran sangat luas meliputi:
a. TIK
b. Bahan pelajaran
c. Kegiatan belajar - mengajar (metode/teknik)
d. Media
e. Pengelolaan kelas
f. Penilaian.

5. Dalam menyusun TIK harus memperhatikan syarat sebagai berikut:
a. Terdiri dari komponen ABCD
b. Menggunakan kata yang operasional/spesifik
c. Merupakan hasil belajar bukan proses belajar
d. Mendasarkan pada jenis belajar
e. Baik dalam redaksional rumusannya.

6. Menurut Kemp (1977) isi materi pelajaran dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu: pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Sedangkan Merril (1977) membedakan menjadi 4 macam yakni: fakta, konsep, prosedur dan prinsip.

7. Mengajar itu untuk memperlancar usaha belajar siswa. Pusat proses mengajar terletak pada metode mengajar yang digunakan, sebab metode mengajar menggambarkan cara kerja atau interaksi guru - siswa dalam mengolah bahan pelajaran. Aktifitas guru- siswa disebut bentuk pengajaran. Menurut Galperin bentuk pengajaran terdiri dari kegiatan Orientasi, Latihan, Umpan balik dan Lanjutan. Guru memilih metode mengajar dengan pertimbangan antara lain:
a. Tujuan pengajaran
b. Isi bahan pelajaran
c. Kemampuan pelajar
d. Fasilitas yang tersedia
e. Situasi yang ada
f. Waktu yang tersedia
g. Kekuatan dan kelemahan tiap-tiap metode
Macam metode mengajar:
h. Metode ceramah
i. Metode tanya - jawab
j. Metode drill
k. Metode pemberian tugas dan resitasi
l. Metode demontrasi
m. Metode diskusi
n. Metode eksperimen
o. Metode simulasi
p. Metode seminar, dsb.
Selain metode mengajar juga dikenal teknik mengajar, yaitu: gaya dan variasi di dalam melaksanakan metode mengajar tertentu.

8. Media (medium) yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan. Pengajaran merupakan proses komunikasi. Sebagai proses komunikasi maka ada sumber pesan (guru), penerima pesan (murid) dan pesan yaitu materi pelajaran yang diambilkan dari kurikulum. Sumber pesan harus melakukan encoding yaitu: menerjemahkan gagasan, pikiran, perasaan atau pesannya ke dalam bentuk lambang tertentu. Lambang itu dapat berupa bahasa, tanda-tanda atau gambar. Dalam melakukan encoding guru harus memperhatikan latar belakang pengalaman penerima pesan, agar pesan tersebut mudah diterima. Sedangkan penerima pesan harus melakukan decoding yaitu menafsirkan lambang-lambang yang mengandung pesan. Kalau pesan/pengertian yang diterima oleh penerima pesan (siswa) sama atau mendekati sama dengan pesan/pengertian yang dimaksud oleh sumber pesan, maka komunikasi dinyatakan efektif. Media dapat membantu guru dalam menyalurkan pesan. Semakin baik medianya, makin kecil distorsi/gangguannya dan makin baik pesan itu diterima siswa. Media dapat digunakan dalam pengajaran dengan dua cara, yaitu sebagai alat bantu (dependent media) dan digunakan sendiri oleh siswa (independent media). Pertimbangan dalam memilih media:
a. Tujuan pengajaran yang akan dicapai
b. Karakteristik siswa
c. Karakteristik media
d. Alokasi waktu
e. Ketersediaan
f. Kompatibelitas (sesuai dengan norma)
g. Biaya
h. Mutu teknis
i. Artistik
Klasifikasi Media Pengajaran:
j. Media Audio
k. Media Visual
l. Media Audio Visual
m. Media Serbaneka
1. Papan tulis dan papan pajangan
2. Media tiga dimensi
3. Media teknik dramatisasi
4. Sumber belajar pada masyarakat
5. Belajar terprogram
6. Komputer.
Edgar Dale dengan kerucut pengalamannya mencoba menunjukkan rentang derajat kekonkretan dan keabstrakan dari berbagai pengalaman.
Simbol verbal
Simbol visual
Rekaman, radio, gambar diam
gambar bergerak
Televisi
Sajian atau pameran
Karya wisata
Demonstrasi
Pengalaman yang diperankan
Pengalaman terbatas
Pengalaman langsung
9. Macam Stategi Belajar Mengajar
a. Dari segi pengaturan guru dan siswa:
1. pengaturan guru: seorang guru dan tim guru
2. pengaturan siswa: kelompok kelas, kelompok kecil dan perorangan
3. pengaturan hubungan guru - siswa: tatap muka dan melalui media (cetak atau audiovisual)
b. Dari segi struktur peristiwa belajar mengajar:
1. tertutup artinya relatif ketat mengikuti persiapan guru
2. terbuka artinya selama kegiatan guru - siswa berlangsung dikembangkan tujuan, bahan dan prosedur kegiatan.
c. Dari segi peranan guru dan siswa dalam mengolah pesan (bahan pelajaran)
1. bahan diolah tuntas oleh guru dan disajikan kepada siswa disebut ekspositorik
2. bahan diolah sendiri oleh siswa dengan bantuan guru, disebut heuristik atau hipotetik; ada dua substrategi:
a. penemuan (discovery) artinya siswa menemukan sendiri prinsip atau hubungan yang sebelumnya tidak ia ketahui, sebagai akibat dari pengalaman belajarnya yang diatur oleh guru secara saksama.
b. inkuiri (inquiry) artinya struktur peristiwa belajar sepenuhnya bersifat terbuka, siswa dilepas untuk menemukan dan mengakomodasikannya dengan apa yang sudah ia kuasai sebelumnya.
d. Dari segi proses pengolahan pesan (bahan pelajaran):
Proses pengolahan pesan mengikuti pola-pola penalaran. Ada dua:
1. proses deduktif artinya pengolahan bahan pelajaran dengan menggunakan prinsip/dalil/hukum yang sudah diketahui sebelumnya untuk menemukan kasus
2. proses induktif artinya proses pengolahan pesan dengan mencermati kasus-kasus khusus, menemukan hubungan dan menarik kesimpulan umum (generalisasi).
e. Dari segi tujuan-tujuan belajar
Ada berbagai ketegori dengan mengikuti taksonomi, biasanya taksonomi dari Gagne atau Bloom, dkk.

10. Kelas
a. Sekolah adalah tempat belajar bagi siswa. Maka tugas - pekerjaan guru di kelas adalah "membantu siswa belajar", dengan mengatur Proses Belajar - Mengajar serta menyediakan kondisi belajar yang optimal. Guru tidak hanya seorang pengajar, tetapi juga seorang manajer kelas. Di kelas ada dua kegiatan yang memang berhubungan erat satu sama lain, namun dapat dan harus dibedakan karena tujuan dan sifat- sifatnya memang berlainan, yaitu:
1. Pengajaran: mencakup kegiatan yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai Tujuan Instruksional Khusus.
2. Pengelolaan kelas: menunjuk pada kegiatan menciptakan, mempertahankan atau mengembalikan kondisi yang optimal agar pengajaran dapat berlangsung dengan lancar.
Hubungannya:
bahwa pengelolaan kelas menyiapkan kondisi yang optimal agar proses belajar - mengajar dapat berlangsung secara lancar.
Tujuan Pengelolaan Kelas: agar tujuan pendidikan kelas dapat tercapai secara efisien.
Agar pengelolaan bidang garapan manajemen kelas (misal: ketatausahaan kelas, sarana dan prasarana, kesiswaan, dll) dapat efisien dan efektif, maka perlu mengikuti proses manajemen. Misalnya pendapat L. Gulick ada tujuh langkah: Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Recording & Reporting, Budgeting (POSDCORB).
b. Kelas adalah ruangan belajar (lingkungan fisik) dan rombongan belajar (lingkungan sosio - emosional).
Lingkungan fisik meliputi:
1. Ruangan
2. Keindahan kelas
3. Pengaturan tempat duduk (berbaris berjajar, pengelompokan yang terdiri atas 8 - 10 siswa, setengah lingkaran, berbentuk lingkaran, individual, adanya ruang bebas)
4. Pengaturan sarana atau alat-alat lain (papan tulis, meja dan kursi guru, almari dan rak buku, papan absen, dsb.)
5. Ventilasi dan pengaturan cahaya.
Lingkungan sosio - emosional meliputi:
6. Tipe kepemimpinan guru (otoriter, laize - faire, demokratik)
7. Sikap guru
8. Suara guru
9. Pembinaan hubungan baik, dsb.

c. Dalam kelas dapat muncul masalah pengajaran atau masalah pengelolaan. Karena itu setiap masalah yang timbul di kelas perlu ditanggulangi sesuai dengan sifat masalahnya. Masalah pengelolaan kelas terjadi bila ada kesenjangan antara tingkat keterlibatan siswa yang seharusnya dalam proses belajar - mengajar dengan keterlibatan yang nyata- nyata terjadi. Kesenjangan ini dapat terjadi karena berbagai sebab, yaitu orang (siswa, guru), sarana (misalnya media pengajaran dan fasilitas fisik) dan organisasi (misalnya: perubahan jadwal, pergantian guru, dsb.). Pembahasan berikutnya akan dibatasi pada masalah pengelolaan kelas yang timbul dari siswa.
Masalah pengelolaan kelas yang bersumber pada siswa dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu masalah individual dan masalah kelompok. Menurut R. Dreikurs dan P. Cassel masalah pengelolaan kelas individual dibedakan menjadi 4 macam/siasat yaitu:
1. Memancing perhatian, misalnya dengan membadut atau ramai di kelas.
2. Konfrontasi atau mencari kuasa, misalnya: membandel, membantah, bertindak emosional.
3. Balas dendam dengan menyakiti/mengejek orang lain yang lebih kecil/lemah.
4. Memboikot, berlagak menyerah atau tak berdaya, pasif, apatis, acuh tak acuh, atau bahkan menolak sama sekali melakukan apapun.
L. V. Johnson dan M.A. Bany mengemukakan tujuh kategori masalah kelompok dalam pengelolaan kelas yaitu:
5. Kelas kurang kompak, timbul klik-klik dalam kelas.
6. Kelas mbandel, sukar diatur, suka berontak.
7. Kelas bereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya.
8. Kelas membombong anggota kelas yang melanggar norma kelompok.
9. Kelas mudah sekali dialihkan perhatiannya.
10. Semangat kerja rendah, lamban dan malas.
11. Kelas sukar menyesuaikan diri dengan keadaan baru, misalnya: perubahan jadwal,pergantian guru.

d. Penyelenggaraan manajemen kelas dapat dilakukan dalam tiga tindakan yaitu:
1. Menciptakan iklim kelas yang baik (tindakan positif atau preventif).
Guru memberikan pelajaran dengan baik dan lancar, serta melibatkan siswa dalam kegiatan belajar di kelas dan dengan demikian mencegah timbulnya gangguan atau penyelewengan.
Unsur ketrampilan guru:
a. sikap tanggap
b. membagi perhatian
c. memusatkan perhatian kelompok/kelas
d. memberi petunjuk yang jelas
e. menghindari kesalahan dalam mengatur kelancaran proses belajar - mengajar
f. menghindar kesalahan dalam mengatur kecepatan proses belajar - mengajar.
2. Menanggapi permulaan gangguan untuk mempertahankan keterlibatan siswa dalam kegiatan kelas (tindakan korektif) yang dapat dilaksanakan dengan cara:
a. menegur siswa
b. memberi bombongan
c. menghindari kesalahan dalam mengatur kelancaran proses belajar - mengajar.
d. menghindari kesalahan dalam mengatur kecepatan proses belajar - mengajar.
e. menghindari kesalahan-kesalahan lain
f. sikap guru dalam berinteraksi.
3. Mengembalikan kondisi belajar yang baik dengan tindakan remedial/kuratif/represif bila terjadi gangguan yang berlangsung lama atau siswa tidak terlibat lagi dalam tugasnya.
Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan:
a. modifikasi perilaku siswa
b. menciptakan iklim sosio - emosional
c. pengelolaan proses kelompok
d. kombinasi dari pendekatan-pendekatan tersebut.
e. Pengelolaan kelas yang baik akan menciptakan disiplin kelas yang baik. Kelas dinyatakan disiplin apabila setiap siswanya patuh pada aturan main/tata tertib yang ada, sehingga dapat terlibat secara optimal dalam kegiatan belajar. Kelas yang disiplin tidak sama dengan kelas yang tenang.
Penanggulangan pelanggaran disiplin dapat dilakukan dengan:
1. Pengenalan siswa
2. Tindakan korektif yang meliputi:
a. lakukan tindakan dan bukan ceramah
b. do not bargain
c. gunakan kontrol kerja
d. menyatakan peraturan dan konsekuensinya dengan jelas.
3. Tindakan penyembuhan
Membahas tentang disiplin maka tidak dapat lepas dengan hukuman. Pada pokoknya segala hukuman diberikan karena ada kesalahan dan bertujuan agar siswa jangan berbuat salah lagi, dengan demikian mengandung nilai positip. Menghukum tidak sama dengan balas dendam atau bertindak sewenang- wenang.
Macam hukuman:
4. Hukuman badan
5. Penahanan di kelas
6. Menulis sekian kali
7. Menghilangkan hak tertentu (tidak boleh ikut ulangan, pelajaran)
8. Lain-lain seperti tatapan mata, teguran, ancaman, dsb.
Perlu diingat bahwa berdasarkan penelitian, pengaruh ganjaran atau reinforcement lebih kuat dari pada hukuman, karena itu sebaiknya guru lebih banyak memberi ganjaran atau reinforcement kepada siswa dari pada menghukumnya.
Akhirnya dapatlah diakhiri bahwa guru lebih banyak berperan sebagai manajer (pengelola) kelas, agar kegiatan belajar siswa dapat berlangsung dengan efisien dan efektif. Hal ini sejalan dengan tuntutan perkembangan, bahwa guru harus lebih berperan sebagai fasilitator, motivator, dinamisator, dan bukan lagi sebagai penyampai informasi (orator).

11. Dalam penilaian ada 3 norma yang kita kenal yaitu Penilaian Acuan Patokan (PAP), Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Kombinasi (PAK).

12. Profesi Guru
a. Profesi: pekerjaan yang pelaksanaannya
1. memerlukan keahlian tertentu; maka pelaksananya perlu mendapat pendidikan dan pelatihan khusus yang biasanya makan waktu cukup lama;
2. terikat oleh standar-standar etis tertentu (yang lazim disebut Kode Etik)
3. dijaga mutunya oleh suatu Organisasi Profesi.
Profesional:
4. dengan/secara berkeahlian (tidak amatiran).
5. orang yang mampu mengerjakan sesuatu (tertentu) secara berkeahlian; untuk keahliannya itu ia menerima bayaran.
Profesionalisasi:
Upaya untuk meningkatkan status suatu pekerjaan agar menjadi dan dikenal sebagai profesi.
Profesionalitas:
Profesionalisme: penyikapan positif/kecintaan/devosi kepada ke-profesional-an.
b. Apakah pekerjaan sebagai guru layak disebut profesi?
Ya. Buktinya antara lain:
1. Ada kode etiknya, yaitu Kode Etik Guru Indonesia (1973).
2. Ada organisasi profesinya, yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang dibentuk pada tahun 1945.
3. Para calon pejabatnya harus menjalani pendidikan pra- jabatan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan); dan sebagai tanda/simbol resmi bahwa mereka telah menamatkan pendidikan tersebut, mereka menerima yang disebut Akta, di samping Ijazah.

c. Kode Etik Guru Indonesia (dirumuskan oleh PGRI dalam Kongresnya yang ke-13 di Jakarta pada bulan November 1973):
1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
2. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing- masing.
3. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi, tentang anak didik tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orangtua murid dengan sebaik- baiknya bagi kepentingan anak didik.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
6. Guru secara sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya
.
7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
8. Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdiannya.
9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan.

d. Jabatan guru disebut jabatan fungsional karena secara esensial dilihat dari sudut fungsinya sangat dibutuhkan oleh masyarakat/negara dan orientasi pengembangannya bersifat kualitatif bukan terutama berdasar pada masa kerja.

e. Sebagai seorang profesional, guru harus memiliki kompetensi keguruan yang memadai. Seorang guru dinyatakan kompeten bila: mampu menerapkan sejumlah konsep, asas kerja, dan teknik dalam situasi kerjanya; mampu mendemonstrasikan ketrampilannya yang dapat menghandle lingkungan kerjanya dan dapat menata seluruh pengalamannya untuk meningkatkan efisiensi kerjanya. Tuntutan kompetensi seorang guru dapat dirunut dalam penguasaan segi konseptual, penguasaan berbagai ketrampilan, dan dalam keseluruhan sikap profesionalnya. Secara singkat dapatlah dikemukakan bahwa seorang guru dinyatakan kompeten jika secara nyata ia mampu menjalankan tugas keguruannya secara berkeahlian sesuai dengan tuntutan jabatan keguruannya yaitu mampu membelajarkan siswa yang dibimbingnya secara efisien efektif dan terpadu. Kompetensi keguruan tidak sekedar menunjuk kuantitas kerja, tetapi lebih-lebih menunjuk/menuntut kualitas kerja keguruan.

Kompetensi keguruan meliputi: Kompetensi personal, kompetensi sosial dan kompetensi "profesional". Kompetensi personal berkaitan dengan kematangan kepribadian guru yang bersangkutan. Kompetensi sosial adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Adapun kompetensi "profesional" erat kaitannya dengan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di kelas/sekolah. Ketiga kemampuan dasar tersebut menyatu dan tampak dalam pelaksanaan tugas guru dalam mengampu kegiatan pendidikan/pengajaran. Dalam banyak analisis tentang kompetensi keguruan, kompetensi personal dan kompetensi sosial umumnya disatukan. Hal ini wajar karena sosialitas manusia (termasuk guru) merupakan pengejawantahan pribadinya. Dengan diilhami pendapat A.S. Lardizabal, 1978 sebagaimana dikutip oleh A. Samana, 1994, macam (ciri) kompetensi personal - sosial yang perlu dikuasai serta diamalkan oleh guru, adalah:
1. Guru menghayati serta mengamalkan nilai hidup yang luhur (termasuk nilai moral dan iman). Pengalaman nilai luhur tersebut dalam situasi tahu, mau, dan berbuat nyata. Pendidikan selalu bersifat normatif (memperjuangkan nilai luhur) yang bersifat mendasar serta universal. Tindakan pendidikan hendaknya bertolak pada keyakinan nilai tertentu dan yang perlu direflesikan terus- menerus.
2. Guru hendaknya bertindak jujur dan bertanggungjawab. Kejujuran dan kesediaan bertanggungjawab atas segala tindak keguruan tersebut merupakan realisasi kesusilaan hidup seorang guru, dan sekaligus merupakan pengakuan atas berbagai keterbatasan-nya yang perlu dibenahi/diperbaiki terus-menerus.
3. Guru mampu berperan sebagai pemimpin, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Secara nyata guru dituntut mampu menciptakan situasi belajar yang kondusif dan mampu mengorganisir seluruh upaya pembelajaran siswanya secara efektif-efisien. Kepemimpinan guru di luar sekolah hendaknya menggejala pada kualitas guru yang mampu menjadi pemilik, penyimpan, dan sekaligus penyebar kiat pembaharuan/pembangunan masyarakatnya.
4. Guru bersikap bersahabat dan mampu berkomunikasi - bekerjasama dengan siapa pun demi tujuan yang baik. Modal dasar agar sukses berkomunikasi serta bekerjasama dengan sesama adalah: menghargai partner, bersikap terbuka, mampu berempati, dan menguasai teknik berkomunikasi.
5. Guru mampu berperan serta aktif dalam pelestarian dan pengembangan budaya masyarakatnya. Budaya masyarakat selalu digerakkan oleh sistem nilai tertentu. Pendidikan nilai adalah klarifikasi nilai hidup yang dijalani oleh siswa, yang jika berhasil maka siswa semakin mampu mengamalkan nilai yang diyakininya secara mandiri (berdasar keputusan serta kemauannya sendiri). Pendidikan adalah pembudayaan manusia muda. (N. Driyarkara, S.J. 1980:78).
6. Dalam persahabatan dan bekerjasama dengan siapa pun, guru hendaknya tidak kehilangan prinsip serta nilai hidup luhur yang diyakininya. Tentu saja guru juga dituntut mampu menghargai pribadi lain secara tulus yang berbeda dengan dirinya.
7. Guru bersedia ikut berperan serta dalam berbagai kegiatan sosial, baik dalam lingkup kesejawatannya maupun di luar kesejawatannya. Guru bersedia menyumbangkan kemampuannya bagi sesama tanpa memperhitungkan keuntungan diri sendiri secara berlebihan.
8. Guru hendaknya bermental sehat dan stabil. Ciri orang yang bermental sehat serta stabil antara lain: realistis, mengenali diri serta potensinya, sadar akan kelebihan dan kelemahannya, dan ulet mendayagunakan seluruh kemampuannya untuk kebaikan diri serta karirnya.
9. Guru tampil secara pantas dan neces (dalam tatacara bertindak, bertutur, berpakaian, dan kebiasaan- kebiasaan lainnya).
10. Guru mampu berbuat kreatif dengan penuh perhitungan. Tugas keguruan tidak dapat dipolakan secara mekanik, eksak, dan dengan resep tunggal. Tindak keguruan yang meliputi: pendekatan pribadi, perencanaan, metode pengajaran, strategi, dan teknik pembelajaran menuntut kreativitas serta kemampuan berpikir alternatif.
11. Dalam keseluruhan relasi sosial dan profesionalnya guru hendaknya mampu bertindak tepat waktu dalam janji serta penyelesaian tugas-tugasnya. Guru dituntut mampu mengelola waktunya secara rasional dan berdisiplin.
12. Guru diharap mampu menggunakan waktu luangnya secara bijaksana dan produktif (misal: aktif dalam kepengurusan warga di lingkungannya, pengembangan hobi, membina kehangatan hidup dalam keluarganya, kegiatan rekreatif, dan mencari tambahan penghasilan yang halal sejauh tidak mengganggu tugas pokoknya.)

Kompetensi profesional terdiri:
13. Guru dituntut menguasai bahan ajar.
Bahan ajar adalah media pencapaian tujuan pengajaran, pendalaman bahan ajar memiliki kemungkinan banyak dalam pembentukan diri siswa. Guru hendaknya menguasai bahan ajar wajib (pokok), bahan ajar penunjang, dan bahan ajar pengayaan secara mendalam, berpola (berstruktur), dan fungsional. Dalam menjabarkan serta mengorganisir bahan ajar (dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan pengajaran), guru hendaknya memperhatikan asas-asas sebagai berikut: relevan dengan tujuan (misal: TIK), selaras dengan taraf perkembangan mental siswa, selaras dengan tuntutan perkembangan IP-TEK, selaras dengan kondisi- situasi lingkungan siswa, dan guru mampu menggunakan aneka sumber secara terpadu. Ideal jika setiap guru memiliki perpustakaan pribadi yang mendukung penguasaan keilmuan ini.
14. Guru mampu mengelola program belajar-mengajar. Guru hendaknya menguasai secara fungsional tentang pendekatan sistem dalam perencanaan-pelaksanaan pengajaran, menguasai asas-asas pengajaran, menguasai prosedur-metode-strategi-teknik pengajaran, menguasai bahan ajar, mampu merancang-mendayagunakan fasilitas- media-sumber pengajaran; secara akumulatif guru diharap mampu menyusun rencana pengajaran (SP) yang berbobot (dalam pengembangan unsurnya dan sistematiknya).
15. Guru mampu mengelola kelas yang kondusif untuk belajar siswa. Pengelolaan fisik (tata ruang kelas dan pengaturan tempat duduk dengan memperhatikan sifat- sifat perorangan siswa, relatif mudah), yang lebih sulit adalah upaya membina motivasi belajar (perorangan atau kelompok), kerjasama kelas, kompetisi yang sehat, tertib-disiplin kelas, dan penanganan siswa yang bersifat khusus (bandel, pengacau kelas, badut kelas, minder, dan kenakalan yang menjurus kriminal atau asusila). Inti pengelolaan kelas adalah menciptakan situasi sosial kelas yang kondusif untuk belajar secara efektif-efisien.
16. Guru mampu menggunakan media dan sumber pengajaran. Media pengajaran adalah alat penyalur pesan pengajaran baik secara langsung maupun secara tidak langsung (melalui rekaman). Sumber pengajaran adalah acuan dalam menjabarkan serta mengorganisasikan bahan ajar yang dilakukan oleh guru. Sumber pengajaran dapat berupa orang, rekaman, lingkungan, alat, strategi serta teknik pengajaran dan berbagai pesan/informasi. Guru masa kini hendaknya selalu siap untuk belajar keilmuan secara berkesinambungan dan juga harus menyadari bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber pengajaran bagi siswanya. Guru diharap mampu mendayagunakan serta mengorganisasikan aneka sumber pengajaran secara kreatif serta terpadu.
17. Guru menguasai landasan-landasan kependidikan. Yang tergolong kajian landasan kependidikan adalah: Ilmu Pendidikan, Psikologi Pendidikan, Administrasi Pendidikan, Bimbingan Konseling, dan Filsafat Pendidikan. Penguasaan rumpun ilmu kependidikan tersebut menjadi perangkat analisis-sintesis dalam mengorganisasikan pengajaran (baik tahap perencanaan maupun pelaksanaannya), guru yang menguasai dasar keilmuan dengan mantap akan dapat memberi jaminan bahwa siswanya belajar sesuatu yang bermakna dari guru yang bersangkutan.
18. Guru mampu mengelola interaksi belajar-mengajar. Pengajaran dapat disebut pembelajaran siswa. Di antara siswanya, guru hendaknya mampu berperan sebagai motivator, inspirator, organisator, fasilitator, dapat berperan serta dalam pelayanan bimbingan konseling, dan secara teknis mampu mengajar/membelajarkan siswa secara efektif-efisien. Guru menguasai bahan dan cakap melaksanakan asas-asas pengajaran secara tepat dan produktif.
19. Guru mampu mengelola penilaian hasil belajar siswa demi kepentingan pembelajaran siswa. Penilaian hasil belajar adalah bagian integral dari sistem pengajaran. Hasil penilaian ini merupakan umpan balik dan promosi keberhasilan belajar siswa. Penyusunan butir tes, penyelenggaraan tes, koreksi hasil kerja siswa, pengolahan serta penentuan hasil, pengadministrasian nilai, dan penggunaan data nilai untuk bimbingan belajar lebih lanjut hendaknya ditangani oleh guru secara berkeahlian. Dalam hal ini guru juga dituntut belajar keras serta berkesinambungan.
20. Guru mengenai fungsi bimbingan dan konseling, serta mampu berperan serta di dalamnya. Fungsi utama dari program/pelayanan BK membantu siswa untuk mengenali serta menerima diri beserta potensinya, membantu siswa untuk membuat pilihan/keputusan yang tepat bagi dirinya membantu siswa agar berani serta mampu menghadapi masalah hidupnya secara bertanggungjawab, membantu siswa agar mampu belajar secara efisien, dan akhirnya secara keseluruhan membantu siswa untuk menemukan kebahagiaan hidupnya. Sukses pengembangan diri siswa yang terkait dengan jasa layanan BK adalah optimalisasi perkembangan diri, integritas diri, sosialisasi diri yang lancar serta normatis, dan siswa penuh percaya diri untuk menyongsong masa depannya.
21. Guru mengenal dan mampu berperan aktif dalam penyelenggaraan administrasi sekolah. Peran serta guru dalam kegiatan adminitrasi sekolah hendaknya mencakup pengertian adminitrasi secara luas (yaitu: pengelolaan) dan pengertian adminitrasi secara sempit (yaitu: ketatausahaan). (Lihat: PP., No.30/1980, bab II, ps. 2 dan 3). Perlu juga diingat oleh para guru bahwa jabatan adminitrator-supervisor pendidikan sekolah akan dibibit dari guru yang berkeahlian/cakap dalam tugasnya. (Lihat: PP No. 38/1992, bab VI, ps 20).
22. Guru memahami prinsip-prinsip penelitian pendidikan dan mampu melaksanakan/mentafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan pengajaran. Kondisi guru di masyarakat kita sekarang ini cenderung belum siap untuk mengemban tuntutan kompetensi ini, tetapi kompetensi ini tetap merupakan tantangan kualitatif bagi semua guru di masa depan. Persoalannya adalah apakah guru dilatih selama prajabatannya, apakah guru mendapat bimbingan selama telah berdinas, dan apakah guru memiliki fasilitas untuk melibatkan diri dalam kompetensi ini secara berkeahlian?

f. Bagaimana kiat mengembangkan kompetensi guru?
Ada dua cara yaitu:
1. Melalui pendidikan prajabatan, konkretnya: melalui kegiatan kurikuler (intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstra-kurikuler) dan melalui "the hidden curriculum", serta.
2. Melalui pendidikan dalam jabatan yang dapat berupa:
a. Supervisi (=bantuan/pembinaan) secara teratur dari Kepala Sekolah, dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas guru sehingga mutu situasi belajar- mengajar dapat ditingkatkan.
b. Menjadi anggota aktif organisasi profesi.

Cara tersebut hanya akan efektif jika guru bersedia untuk terus menerus secara aktif belajar. Dengan demikian dapat diungkapkan bahwa yang bertanggungjawab terhadap pengembangan kompetensi guru adalah calon guru/guru yang bersangkutan, LPTK yang mendidik calon guru, lembaga pemakai lulusan guru, organisasi profesi guru dan masyarakat.

Guru adalah salah satu faktor penting dalam proses pendidikan di sekolah. Maka meningkatkan mutu pendidikan harus berarti juga meningkatkan mutu guru; bukan hanya kesejahteraannya, melainkan juga profesionalitasnya. Peningkatan mutu guru akan berkaitan erat dengan administrasi/manajemen sekolah yang bersangkutan.
Sumber:
Judul Makalah: STRATEGI PENGAJARAN
(Disampaikan dalam rangka Seminar - Lokakarya
Dosen Sekolah Tinggi Theologia "INTHEOS"
Surakarta di Tawangmangu
Pengarang : Drs. P. Purnomo, M.Si.
Penerbit : UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA, 12 Juli 1996
Halaman : 1 - 10